Rabu, 02 November 2016

"Yang benar" atau "Yang dianggap benar"?

Perlu di ingatkan kembali beberapa waktu yang lalu saya pernah menghilang, dan tidak menulis lagi di blog ini. Dan setelah cek tanggal terakhir saya tulis yaitu artikel yang berjudul "Hope" pada tanggal 19 September 2015. (Jika kalian berpikir bahwa saya merayakan hari Anniversary itu jawabannya tidak, mengapa? Ya buat apa juga, Lol). Sudah setahun lebih sebulan saya tidak pernah menyentuh website yang saya buat semenjak SMP ini. Tapi, bukan berarti saya tidak pernah menulis, bedanya mungkin beberapa waktu selama saya hiatus, saya menulis dalam bentuk yang berbeda. Pertama dalam bentuk tugas (khususnya praktikum kuliah), kedua ringkasan (FYI, saya tipe orang belajar dengan cara menulis kembali dengan apa yang saya simpulkan), ketiga contekan.

Selama hampir satu tahun lebih sebulan, saya menjalani dan mencicipi mulai dari hidup sebagai anak kost, serba serbi soal perkenalan di kampus, pengalam bikin film pendek (dimana saya sebagai penulis naskah), dan sampai perjalanan spiritual saya sendiri, baik tentang Islam itu sendiri ... atau termasuk soal cinta. (Tsahhh). Tapi ya, semuanya gak bakal diceritakan semuanya, lebih tepatnya belum saatnya untuk menceritakan apa yang pernah terjadi. Alasannya? Simpel, belum tentu apa yang nanti saya bicarakan bisa diterima oleh semua khalayak, dan disisi lain ... saya ingin menyimpan kenangan itu lebih lama, (Ya hingga Allah berkata bahwa inilah saatnya).

Ngomong-ngomong, selama hiatus juga saya mulai memiliki rasa cinta yang lebih akan kebudayaan Sunda. Hal ini jelas saya sadari ketika mirisnya melihat bagaimana cara berbicara mereka, (memang tidak semua tapi itu jadi contoh penduduk pendatang / merantau.) Pembaca boleh berpikir saya terlalu serius atau tidak bisa diajak bercanda, it's okay. That's your opinion, and this is my opinion. 
Beberapa orang (atau mungkin pembaca) pernah mendengar kalimat: Aing dan Maneh. 

Aing dan Maneh merupakan kata yang berasal dari Bahasa Sunda kasar yang artinya aku dan kamu. Banyak teman penulis yang berasal dari luar Jawa Barat (luar tanah Sunda) berbicara menggunakan format Aing Maneh. Oke, mereka tidak tahu, oleh karenanya saya membetulkan bahwa yang mereka ucapkan itu kurang tepat penggunaannya. (Aing dan Maneh biasanya digunakaan saat pertengkaran atau temasuk kaya kasar.) Jadi kesannya seperti orang yang tengah bertengkar.

Tapi apa yang terjadi jika orang Sunda aslilah yang berbicara seperti itu?

Ya, begitulah. Sama seperti kita memukuli orang, jelas salah. Tapi jika kita memukuli orang beramai-ramai (mengeroyok) tidak ada perasaan bersalah. Sesuatu kesalahan yang dilakukan bersama-sama akan tampak seolah-olah tidak salah. Entah itu hukum alam? Atau memang sebuah teori? Entahlah, yang jelas, kebiasaan ini telah menjadi salah satu hal yang umum dan diterima oleh semua orang dan dianggap benar.

Pertanyaan adalah:

"Apakah anda akan melakukan yang benar? Atau memilih melakukan sesuatu yang sudah dianggap benar?"